Syukuran Jawa Tionghoa Hanyawiji
Sendra Tari “Tunggak Semi Badra Santi”
Sebagai bentuk dukungan dan apresiasi atas diraihnya penghargaan Anugerah Pustaka Nusantara 2018 dari Perpustakaan Nasional untuk Badra Santi Institute. Bhikkhu Dhammasubho Mahathera yang bertindak mewakili komunitas Buddhis di Indonesia, mengundang secara khusus para pegiatnya ke Jakarta, untuk menghadiri acara syukuran. Acara diselenggarakan pada hari Minggu, 26 Agustus 2018, di Wisma STI, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Jawa Tionghoa dan Islam Buddha Hanyawiji
Acara syukuran yang dikemas dengan sarasehan budaya ini, menampilkan sendratari pendek berjudul Sendratari Tunggak Semi Badra Santi. Ini adalah visualisasi dari persatuan penduduk Lasem baik Jawa dan Tionghoa, yang hanyawiji dalam semangat dan tekad bersama. Para penduduk Jawa Tionghoa ini masing-masing adalah para pemeluk Islam dan Buddha. Tanpa memandang perbedaan suku dan agama, mereka berjuang di palagan peperangan bernama Puputan Lasem, untuk mempertahankan tanah air dari penjajahan VOC Belanda. Salah satu peristiwa penting dalam Puputan Lasem itu adalah jasa besar Raden Panji Margana, pemimpin penduduk Lasem, dalam menyelamatkan pustaka Siwa-Buddha, salah satunya yang paling terkenal adalah sastra Badra Santi. Berkat usaha penyelamatan heroik yang dilakukan Putra Raden Panji Arya Adipati Tejakusuma V inilah, naskah Badra Santi dapat lestari hingga hari ini. Sehingga warga Buddha Indonesia, khususnya di pesisir utara Jawa, mempunyai koleksi artefak manuskrip Buddhis bernilai sejarah yang tinggi.
Pada akhir sendratari, ditampilkan Kidung Puji Badra Santi, sebuah kidung puji kepada Sang Buddha dan Ibu Pertiwi. Mengenai hal ini, berdasarkan penuturan mendiang Raden Panji Ir. Winarno, Dipl. HE, Putra Pertama Pandita Raden Panji T. Hadidarsana yang masih keturunan Adipati Tejakusuma Lasem. Kidung ini menggambarkan kemegahan Kerajaan Lasem sejak era Dewi Indu Purnama Wulan, Adinda Prabhu Hayam Wuruk, Raja Wilwatikta Majapahit.
Sendra tari diperankan oleh putra-putri Buddhis yang selama ini mempopulerkan Badra Santi di era milenial. Adegan demi adegan ditampilkan ringkas dalam bentuk dialog karakter, dan seni tari “Wening”. Seni tari yang menggambarkan seorang pertapa berhasil mengatasi godaan putri-putri Dewa Mara. Simbol peperangan yang melambangkan nafsu Kompeni Belanda untuk menduduki tanah air.
Acara syukuran dihadiri Direktur Urusan dan Pendidikan Ditjen Bimas Buddha, Kemenag RI, Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., Pustakawan Ahli Muda Perpusnas RI, Bapak Rudi Hernanda, Ketua Umum PP Magabudhi, Pandita Dharmanandi Chandra, S.E., beberapa pejabat Bimas Buddha, perwakilan pengurus Orgasnisasi Buddhis, akademisi, seniman dan budayawan. Tampak hadir juga novelis Dhamar Sasangka, Bapak Suraji, aktivis Gusdurian, dan sekitar 250-an warga Buddha di sekitar Jabodetabek.
Syukuran di Juwana, Kabupaten Pati
Sebulan kemudian, pada hari Selasa, 12 September 2018, diselenggarakan pula syukuran atas diraihnya Anugerah Pustaka Nusantara 2018 di Wihara Widya Loka, Pekuwon, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Pada acara tersebut, dihadiri Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Sri Subhapannyo Mahathera, Bhikkhu Dhammasubho Mahathera, Bhikkhu Adikusalo Mahathera, Bhikkhu Cattamano Mahathera, Bhikkhu Sujano Thera, dan Samanera Saccasilo, serta sekitar 400-an warga Buddha dari pesisir utara.