Para Pegiat

Gusti Ayu Rus Kartiko
Direktur Badra Santi Institute

Adalah gadis pesisir yang tergugah untuk melestarikan Badra Santi di era milenial. Ia pernah menempuh studi di Fakultas Pendidikan Guru PAUD, IKIP Veteran Semarang, dan Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Pada tahun 2012, Ia meneruskan pengelolaan KB-TK Pipit Ceria yang didirikan kakaknya di daerah Jangli, Jatingaleh, Kota Semarang.

Gadis berkacama minus tebal ini gemar melahap berbagai buku bacaan sebagai hobi. Di setiap kunjungannya ke berbagai daerah, Gusti Ayu dengan mudah cepat akrab dengan balita, kanak-kanak hingga remaja. Ia menemukan nilai penting Sabda Badra Santi yang dapat dijadikan sebagai sumber acuan praktis pelajaran budi pekerti. Khususnya bagi anak-anak, remaja dan pemuda, terlebih bagi wanita-wanita Buddha di era milenial.

Ki Dr. Widodo Brotosejati Budya Nagara
Ketua Sanggar Gamelan Mpu Santi Badra
Ki Widodo, demikian biasanya ia disapa mahasiswanya di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang (Unnes). Kiprahnya di dunia seni terbilang maestro. Pendidikan seni diperolehnya dari ISI Surakarta jurusan karawitan, lalu melanjutkan tingkat magister di perguruan tinggi yang sama.

Sebagai dosen, Ki Widodo pernah meraih prestasi sebagai Dosen Terbaik Unnes, pada tahun 2010 dan 2011. Berbagai penghargaan telah diraih ayah dari Sofi dan Regan ini. Di tangan pria santun kelahiran Sragen inilah, Sabda Badra Santi dapat dikenal kembali masyarakat.

Notasi gending karawitan, beksan (seni tari), wayang kulit Badra Santi, dan beberapa produk seni lainnya, adalah hasil garapannya. Ki Widodo meraih gelar doktor dari ISI Yogyakarta dengan disertasi yang berjudul, “Konsep Laras dalam Karawitan Jawa”.

Iptu. Pol (Purn). Bardi
Pegiat Badrapada
Purnawirawan Polri yang terakhir dinas di Polres Pati ini adalah budayawan Jawa pesisir. Seorang panatawicara dan pengatur acara-acara seni budaya Jawa. Mbah Bardi, demikian beliau biasa disapa, adalah pegiat acara syukuran Badrapada di Punden Tapaan Mpu Santi Badra Lasem, yang ajeg dilaksanakan sekitar bulan Agustus-September setiap tahunnya. Mbah Bardi ajeg menggalang dana syukuran untuk mendukung Upacarika Sukhemo Karsid Kusriyana menjaga salah satu punden Buddha Jawa yang tersisa di Lasem, Kabupaten Rembang, dimaksud.

Santiphalo
Cantrik
Pria dengan segudang kegiatan sosial ini mempunyai pengalaman ala “highlander”. Seseorang dengan ikatan kuat narasi teks (manuskrip) masa lalu dan penerapannya di era kekinian. Ia sempat menjumpai para sesepuh warga Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah. Sejak duduk di bangku SD, ia satu-satunya anak muda dari Wihara Tanah Putih dan Wihara Buddha Gaya, Watu Gong, Semarang yang mampu menyesuaikan irama dua arus kebudayaan; Jawa dan Tionghoa.

Pada dekade tahun 1990-an, ia berkesempatan mendampingi Bhante Khemasarano Mahathera, dan beberapa pandita sesepuh lainnya keliling pembinaan di Jawa Tengah. Ia juga menjumpai detik-detik bersejarah munculnya bhikkhu-bhikkhu baru yang kebanyakan dari pesisir. Sekaligus berbagai kegiatan monumental bercorak Buddha di Jawa Tengah.

Sebagai pendengar yang baik, Santiphalo justru sering mendapatkan nugraha tak ternilai. Banyak buku-buku kuno, dokumen foto, surat-surat organisasi hingga  manuskrip kuno dititipkan para sesepuh Buddha kepadanya. Sebagai cucu penduduk pesisir, ia mewarisi beberapa bundel manuskrip yang ditulis tangan dengan aksara hanacaraka dan aksara latin berbahasa Jawa dari kakek-kakeknya terdahulu.

Di sela-sela kesibukannya sebagai karyawan swasta di bidang jasa konstruksi bangunan. Santiphalo adalah cantrik (pelajar) di Badra Santi Institute dan seorang penulis produktif. Artikelnya sering muncul di berbagai media, baik cetak, maupun elektronik.

Cittasukho Widodo
Cantrik
Mas Widodo, demikian pemuda yang lahir di Desa Ngawen Kebon, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati ini sering disapa. Setelah lulus sekolah dasar, ia meneruskan sekolah di SMP dan SMA Tri Ratna, Jakarta. Widodo yang suka sekali wisata kuliner ini pindah ke Semarang untuk meneruskan kuliah di FISIP Undip, Jurusan Public Relations.

Ia memulai karir di Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta sebagai Tim Media 3 in 1 (teks, video, dan foto).  Pria berkaca mata minus tebal yang hobi membaca dan tertarik dengan dunia bisnis ini memahami betul seluk beluk dunia penyiaran. Mulai dari kameraman merangkap editor, asisten produser, hingga produser.

Di sela-sela kesibukannya sebagai Tim Media Three in one, ia masih sempat berbisnis telur organik dan melanjutkan studi di Fakultas Komunikasi Jurusan Broadcasting, Universitas Mercu Buana. Saat ini Widodo adalah salah satu produser di DAAITV yang salah satu tayangan populernya menampilkan nilai-nilai kebhinekaan budaya di Indonesia. Sebagai cantrik di Badra Santi Institute, Cittasukho Widodo membantu Tim Redaksi sebagai editor naskah sebelum ditayangkan.

Share it!
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •