Pagoda di Tangerang Sedang Mencari Tuan
Pagoda pada awalnya digunakan untuk menyimpan sisa perabuan layon (relik) Sidharta Gotama, pendiri ajaran Buddha. Setelah diperabukan, sisa tubuh Buddha Gotama mengkristal menjadi bulir-bulir yang tak dapat dipecahkan; yang disebut sarira. Masyarakat Buddha di Indonesia lebih mengenalnya dengan kata relik, sebuah kata serapan dari bahasa Inggris, relic.
Merujuk “Pictorial History of Chinese Architecture”, dijelaskan bahwa istilah pagoda sebenarnya adalah kesalahan ucap bangsa Eropa terhadap istilah bahasa Mandarin; yakni 八角搭 (Bājiăo dā) yang dibaca ‘pa ciao ta’ dalam pengucapannya.
Pagoda menunjukkan hubungan antara arsitektur India dengan China. Sebelum dikenal bangsa China, pagoda telah terlebih dahulu dikembangkan di India sebagai pratima puja bagi leluhur. Hal ini karena India mengenal Buddha Dharma 700 tahun lebih awal dari China.
Mencari Tuan
Dalam filsafat arsitektur Timur, pagoda dapat didirikan di sebuah taman pada halaman wihara, kantor atau tempat usaha, bahkan di rumah tinggal. Hal ini karena keberadaan pagoda dipercaya membawa pengaruh baik. Pengaruh baik seperti mendukung suasana untuk belajar meraih kecerdasan dan kebijaksanaan. Sebagian arsitek Timur juga mempercayai keberadaan pagoda di sebuah halaman dapat menangkal pengaruh buruk. Sebab keteduhan dan ketenangan pagoda adalah makna simbolik dari kedamaian batin ajaran Buddha.
Saat ini terdapat seorang upasaka yang tinggal di Tangerang mempunyai koleksi sebuah pagoda di halaman kediamannya. Pagoda setinggi 3 meter, lebar 80 cm, sebanyak 8 tingkat miliknya terbuat dari batu andesit karya perajin dari Magelang, Jawa Tengah. Baru-baru ini, si pemilik akan melepas pagoda dimaksud karena pindah kediaman dan menawarkan kepada siapapun yang berkenan merawat pagodanya. Bagi yang berminat merawatnya, dapat menghubungi: Toto, HP-WA: 0818835763
Penulis: Sikky Hendra W.
Penyunting: Metta Surya