Eyang Jin, Sesepuh Buddhayana yang Nguripi lan Ngayani
(Bagian 2 dari 2 tulisan bersambung, dalam rangka Mangayubagyo 50 vassa Bhikkhu Jinnadhammo Mahathera)
“Setiap orang punya kepintaran, tapi kepintaran itu tidak bekerja sendiri. Kita harus saling mengisi dan dapat bekerjasama. Kesadaran akan kebersamaan itu penting. Terutama kerjasama dalam Tim dalam menyelenggarakan suatu acara agar berjalan baik dan sukses”. Ini adalah satu petikan dari banyak nasihat Eyang Jin atau Bhikhhu Jinnadhammo kepada upasaka-upasika.
Peringatan 50 vassa di Candi Borobudur
Kini di akhir masa vassa tahun 2019, Bhikkhu Jinnadhammo Mahathera yang sering disapa Eyang Jin, telah mencapai 50 masa vassa. Banyak jasa telah beliau lakukan, juga karya telah beliau wujudkan. Suka duka tentu pernah dilewatinya. Seperti misalnya, ia adalah salah satu saksi dahsyatnya bencana Tsunami di Aceh pada akhir tahun 2004. Saat itu, ia sedang berada di atas kapal menuju Pulau Sabang, untuk membabarkan Buddha Dharma.
Untuk mangayubagyo dan bermudita citta atas tercapainya 50 vassa Bhikkhu Jinnadhammo Mahathera. Warga Buddha yang terhimpun dalam Keluarga Buddhayana Indonesia, mengadakan persembahan wilujengan. Pada Sabtu siang, 23 November 2019, sekitar 4.000 upasaka-upasika memadati pelataran Candi Borobudur.
Sejumlah tamu undangan penting juga tampak hadir. Antara lain: Dirjen Bimas Buddha, Kementerian Agama, Caliadi; Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Edy Setiono; Wakil Sangha Thailand, Phra Rajpisansuddhi; Sangha Pamokha Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera; perwakilan pemerintah daerah, pimpinan majelis, dan beberapa yang lain.
Nguripi lan Ngayani
Pada kesempatan yang berbahagia itu, Pemerintah Indonesia melalui Dirjen Bimas Buddha menghaturkan Penghargaan kepada Bhikkhu Jinnadhammo Mahathera, sebagai Sasanadhaja Mahapakat. Acara wilujengan yang ditutup dengan pementasan wayang kulit semalam suntuk oleh dalang Ki Anom Suroto. Juga dimeriahkan dengan aksi lelang lukisan untuk menggalang dana (amal).
Diketahui ada 5 dari 50 lukisan bertema Eyang Jin, berhasil dilelang panitia. Nilai donasi yang diraih mencapai lebih dari 800 juta rupiah. Dari berhasilnya lelang ini saja dapat kita petik pesan bermakna, bahwa “Eyang Jin adalah Bhikkhu Sesepuh yang Nguripi lan Ngayani”. Artinya, ia tidak hanya membangkitkan Buddha Dharma di Nusantara. Namun ia juga membangkitkan kesejahteraan banyak pihak dimanapun berada.
Andhap Asor lan Nguwongke Liyan
Dalam pada itu, bhikkhu murah senyum dan dikenal mudah dijumpai upasaka-upasika dari berbagai kalangan ini tak berbahagia sendiri. Pada kesempatan monumental di Candi Borobudur, juga diserahkan penganugerahan penghargaan kepada 40 orang upasaka-upasika pandita dari Majelis Buddhayana Indonesia. Para peraih adalah mereka yang selama ini mendukung pembabaran Buddha Dhamma yang dilakukan Sangha Agung Indonesia.
Penganugerahan ini sebagai wujud rasa terima kasih Sangha Agung Indonesia kepada para pandita dari seluruh Indonesia. Ini karena pandita adalah bagian dari Tim Pembabar Dhamma Keluarga Buddhayana Indonesia. Suatu penghargaan yang merupakan sikap nguwongke liyan dan sifat andhap asor – rendah hati. Bahwa Sangha dan himpunan pandita, beserta upasaka-upasika dan dermawan, adalah mitra yang saling terkait dan bergantung satu sama lain dalam Buddha Sasana.
Tak heran bila dari sikap menghargai sesama pembabar Dhamma ini. Eyang Jin beberapa kali telah menerima berbagai penghargaan atas jasa yang telah dilakukannya. Seperti dari Raja Thailand, Sangha Thailand, maupun dari pemerintah Indonesia. Terhadap penghargaan dan banyaknya pujian yang datang kepadanya. Bhikkhu Jinnadhammo selalu rendah hati dan berpesan, “Setiap orang punya kepintaran, tapi kepintaran itu tidak bekerja sendiri. Kita harus saling mengisi dan dapat bekerjasama. Kesadaran akan kebersamaan itu penting. Terutama kerjasama dalam Tim dalam menyelenggarakan suatu acara, agar berjalan baik dan sukses”.
Membangun Ulang Perhubungan Sriwijaya-Borobudur
Hadirnya Bhikkhu asal Boyolali yang tak jauh dari pusat kebudayaan Jawa era Syailendra, di Pulau Sumatera. Adalah bukti bahwa dahulu perhubungan Sriwijaya (Sumatera) dengan Syailendra (Jawa), sebagai negara nasional di masa lalu sungguh pernah ada. Negara nasional itu diikat dengan olah laku Buddha Dharma para bhikkhu-bhikkhu nan luhur budi. Olah laku yang kemudian menjadi intisari jatidiri kepribadian dan budaya bangsa Indonesia. Dari peringatan 50 vassa Eyang Jin di Candi Borobudur, tersemat harapan bagi generasi penerus. Agar warga Buddha di Indonesia, mampu memberikan nilai tambah atau manfaat bagi bangsa dan negaranya. Sebab Candi Borobudur adalah saksi sejarah lahirnya Bhikkhu Jinnadhammo Mahathera. Untuk menggenapi “kewajiban” Ashin Jinnarakhita “membayar hutang”.
Penulis: Gusti Ayu Rus Kartiko
Editor : Dhammatejo W.
Kontributor liputan dan foto:
Bhikkhu Ditthisampanno, Ki Ananda, dan Ibu Metta Jepara, langsung dari Candi Borobudur. Foto dan artikel lainnya diambil dari sumber rujukan terkait.