Liputan

Perlukah Pendampingan Psikologis dalam Eksekusi Proyek Pemerintah?

Nenek moyangku orang pelaut,
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak, tiada takut
Menempuh badai sudah biasa

Suasana Pemindahan Huntara Kampung Nelayan Tambak Rejo ke bawah jembatan layang lintasan Pelabuhan-Terboyo

Bagi sebagian dari kita, petikan syair lagu kanak-kanak di atas adalah klise. Bisa jadi tanpa makna. Atau hanya lagu kenangan masa kanak-kanak di bangku TK. Namun berbeda bagi Agus, dan kawan-kawan sebayanya di kawasan Bantaran Tanjung Mas, Semarang Utara. Agus dan anak-anak lain yang tepatnya berada di Kampung Tambak Rejo RT 05, RW 16 itu benar-benar menjiwai setiap lirik syair lagu di atas. Kampung yang letaknya hanya berjarak tak sampai lima menit dari Pelabuhan Tanjung Mas dengan mengendarai motor itu dikenal sebagai kampung nelayan. Orangtua Agus, saudara, dan tetangganya yang lain mengandalkan hidupnya dari laut. Ada sekitar 99 KK warga Tambak Rejo yang mengandalkan hidup dan penghidupannya dari menangkap ikan. Maka keseharian mereka akrab dengan laut, dan pastilah sulit berjauhan dari laut. Apalagi terpisah dari pesisir pantai dimana selama ini mereka dirikan hunian tempat tinggal

Digusur  

Namun tiba-tiba saja. Agus, dan teman sebayanya haruslah kaget bercampur bingung. Anak-anak yang tak paham apa yang sedang terjadi dengan kampungnya itu terguncang jiwanya. Apalagi para ibu-ibu yang selama ini mendukung penuh para suami mencari ikan yang kadang hasilnya tak seberapa. Juga orang-orang tua para simbah yang sudah berumur. Hari itu, Kamis, 9 Mei 2019 pada sekitar Pukul 08.00 WIB. Mereka dikagetkan datangnya petugas yang menggusur hunian mereka. Bahkan para prianya, Bapak-Bapak yang selama ini hanya mengerti kail, jala, dan bumbung wadah ikan. Mereka yang selama ini dipusingkan dengan urusan naiknya harga BBM buat menarik motor perahu mereka. Hingga tak sempat mengenal dunia luar apalagi belajar. Para Bapak itu harus melongo menahan bingung sambil tak habis pikir. Ini karena hunian mereka berdiri di atas tanah yang akan dilalui proyek pemerintah. Yaitu proyek Pemkot Semarang untuk menormalisasi Kali Banjir Kanal Timur sebagai upaya pengendalian banjir di Kota Semarang.

Sebenarnya, sebelum hunian mereka digusur. Pemerintah Kota Semarang sudah menawarkan relokasi hunian ke Rusunawa Kudu. Namun karena pertimbangan jarak yang cukup jauh dari pantai untuk melaut. Para warga pun bersikap sama, menolak tawaran Pemkot. Sikap penolakan warga itu kemudian ditunjukan dengan tetap bertahannya mereka di lokasi bekas hunian yang sudah dirubuhkan. Dibantu relawan dari berbagai elemen. Para warga mendirikan tenda darurat di sekitar lintasan bawah jembatan layang yang menghubungkan Pelabuhan dan Terboyo.

Pendirian MCK darurat

Perencanaan dan Sosialisasi  

Pembangunan dan pengembangan sebuah kota adalah kebutuhan sekaligus tuntutan. Dinas-dinas terkait tentulah sudah merencanakannya bukan hanya satu-dua tahun saja. Namun melalui berbagai mekanisme terencana dan terukur. Misalnya saja melalui penataan RTRW, penetapan program dan proyek jangka pendek, menengah, dan panjang dengan melibatkan akademisi dan ahli profesional lainnya. Tentu saja, sosialisasi dan pendekatan pada warga yang terdapak resiko dilangsungkannya proyek pemerintah. Harus menjadi bagian dari proyek itu sendiri.

Pemerintah dalam hal ini. tentu sudah melakukan tahapan penting dalam suatu proyek. Seperti yang terjadi dengan rencala normalisasi bantaran Kali Banjir Kanal Timur di kawasan Tambak Rejo di atas. Tahapan itu misalnya mulai dari Aktualisasi dan Perencanaan; Pra Konstruksi yang di dalamnya ada tahap penelitian awal, pembebebasan lahan, rencana kerja, dan seterusnya; Tahap Konstruksi, Tahap Operasi, dan Pasca Operasi.

Namun sejak zaman orde baru, hingga hari ini. Berita adanya penolakan dari upaya pemerintah yang akan mengeksekusi program kerjanya sering terjadi di berbagai daerah. Kadang kita kemudian malah menjadi terbiasa dengan suguhan media dengan berita penggusuran hunian warga bahkan hingga berakhir kericuhan sampai kerusuhan. Mengapa hal ini terjadi?

Dukungan bantuan sosial dari berbagai elemen masyarakat yang ditampung dan ditangani khusus oleh relawan

Pendampingan Psikologis

Satu hal penting yang selama ini mungkin belum banyak diadopsi dalam tahap pekerjaan proyek pemerintah, terkait pembangunan insfratruktur adalah aspek psikologis. Mestinya, proyek pembangunan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama bagi masyarakat. Tidak boleh mengabaikan faktor psikologi dampak pembangunan bagi masyarakat terkena dampak. Seperti yang dialami Agus dan penduduk Tambak Rejo pada bulan Mei 2019 lalu.

Pekerjaan psikologis bisa jadi dianggap boros waktu dan biaya. Ini karena kadang proyek pemerintah dikejar jadwal yang sudah ditetapkan dengan pekerjaaan awal berupa pembebasan lahan. Sementara sosialisasi dan pendekatan psikologis adalah pekerjaan cukup berat karena memerlukan keterlibatan ahli terkait dengan pengalaman yang mumpuni. Sebab bila kliru dalam penerapannya di lapangan. Bisa jadi sosialisasi pra eksekusi bisa berujung penolakan hingga kericuhan dan kerusuhan. Demikian pula dengan kegiatan pada pelaksanaan proyek, dan pascapelaksanaan proyek. Peran pendampingan psikologis sangat diperlukan untuk memulihkan emosi negatif warga terdampak pembangunan. Ini karena biasanya warga terkenan dampak seperti penggusuran, dialami oleh warga kelas bawah. Selain rendahnya pendidikan, mereka tidak mempunyai pilihan ekonomi lain untuk berpindah hunian. Apalagi bila sudah melekat dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan pandangan, bahwa nelayan itu logikanya hidup di pinggir pantai. Selain dekat, murah biaya, dan sewaktu-waktu keluarga mudah saling membantu mengelola hasil tangkapan ikan.

Dukungan masyarakat berbagai elemen untuk saudaranya di Tambak Rejo

Penutup

Pendekatan multi disiplin mutlak diperlukan dalam program pembangunan proyek pemerintah. Selain keterlibatan ahli-ahli teknik lingkungna dan bangunan. Peran psilolog sosial, sosiolog, dan akademisi lintas ilmu sosial harus dilibatkan. Seperti apa yang dialami Agus dan kawan-kawan sebayanya di atas. Bagaimana perasaan kita bila itu adalah kita atau saudara kita sendiri yang mengalaminya? Di sinilah peran psikologis dalam proyek pemerintah sangat diperlukan.

Penulis: Gusti Ayu Rus Kartiko
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Semarang

Share it!
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *