Badra Santi Era Milenial (04)
Hingga kemudian memasuki milenial kedua (tahun 2000an), Gusti Ayu Rus Kartiko, dengan dukungan beberapa pihak yang peduli pada pelestarian naskah Badra Santi, berjuang keras untuk merevitalisasi naskah. Dengan izin dan doa restu putra pertama mendiang Pandita Raden Panji T. Hadidarsana, yaitu Raden Panji Ir. Winarno, Dipl. H.E di Semarang, lahirlah kemudian Yayasan Badra Santi.
Yayasan Badra Santi yang kemudian populer dengan nama Badra Santi Institute, mengawali langkah kecil untuk meneruskan cita-cita para Bujangga pendahulu Lasem Praja Wilwatikta. Meski menghadapi tantangan disrupsi zaman, dengan derasnya arus informasi modern, Badra Santi mampu diterima masyarakat peminatnya. Semula, Gusti Ayu Rus Kartiko mengawali pelestarian naskah tanpa dukungan dana dan naungan dari organisasi Buddhis manapun. Lalu datanglah dukungan awal dari Dr. Widodo Brotosejati. Seorang akademisi sekaligus budayawan yang mempuni, berkenan mendukung pelestarian naskah.
Selain itu, setelah pencarian melelahkan, sangat panjang, dan hampir putus asa, Badra Santi Institute berhasil menemukan jejak keluarga mendiang Pandita Ramadharma S. Rekwowardojo pada awal tahun 2018. Adalah Dr. Ir. Djarot Harsojo Reksowardojo, M.S. putra keempat Pandita Ramadharma S. Rekwowardojo yang kini berdiam di Kaliurang, Yogyakarta. Beliau beserta putra-putri dengan sigap kemudian mendukung pelestarian Badra Santi. Sayangnya, sebelum pertemuan penuh haru itu, Raden Panji Ir. Winarno, Dipl. H.E telah wafat pada tanggal 23 Agustus 2017. Sehingga reuni besar keluarga-keluarga pelestari Badra Santi yang dahulu pernah menjadi saksi hidup perjuangan leluhurnya, tidak sempat terjadi.
Rasa sedih dan kehilangan tersebut tidak berlangsung lama. Justru menjadi penyemangat tersendiri bagi Badra Santi Institute untuk terus berkarya. Badra Santi Institute berkeliling dari wihara ke wihara, dari satu kota/kabupaten ke daerah lainnya. Pelan-pelan Badra Santi berhasil mendapat dukungan dari masyarakat, khususnya pemeluk Buddha. Kemudian, banyak anak muda tertarik melestarikan Badra Santi. Salah satunya Ngasiran, jurnalis Buddhazine.com, yang bernama pena Ryan Nala. Berkat perhatian dan dukungan publikasinya, Badra Santi semakin dikenal luas masyarakat di Indonesia.
Gusti Ayu Rus Kartiko (kanan), Ketua Badra Santi Institute, saat menerima Anugerah Pustaka Nusantara 2018 dari Direktur Deposit Bahan Pustaka Perpusnas, Ibu Lucya Dhamayanti, pada tanggal 26 Juli 2018 di Jakarta (Foto Dok. Perpusnas)
Hingga pada tanggal 26 Juli 2018, Badra Santi Institute menerima Anugerah Pustaka Nusantara 2018 dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sebuah pengakuan dari negara untuk pustaka Buddha yang berhasil direvitalisasi dari ancaman kepunahan atau nyaris punah. Anugerah ini menggenapi ramalan Raden Panji Margana, bahwa kelak Badra Santi akan kembali dikenal masyarakat. Lalu akan menjadi titik tolak kebangkitan seni budaya bangsa yang pernah gilang-gemilang di masa lampau.